Inilah Kritik Pedas Guru Besar FKUI, Kebijakan Kemenkes Ancam Mutu Dokter, Masa Depan Suram Menanti!

Minggu, 18 Mei 2025 oleh journal

Dewan Guru Besar FKUI Angkat Bicara: Kebijakan Kemenkes Berpotensi Turunkan Kualitas Dokter

Dewan Guru Besar (DGB) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) baru-baru ini menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai arah pendidikan kedokteran di Indonesia. Mereka menilai bahwa kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini berpotensi mengancam kualitas lulusan dokter dan dokter spesialis di masa depan.

Kritik ini diungkapkan melalui deklarasi "Salemba Berseru," yang menyoroti sejumlah kebijakan Kemenkes yang dianggap bermasalah. Menurut Guru Besar FKUI, Prof. Siti Setiati, kebijakan-kebijakan ini tidak hanya berdampak pada kualitas pendidikan, tetapi juga pada mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Inilah Kritik Pedas Guru Besar FKUI, Kebijakan Kemenkes Ancam Mutu Dokter, Masa Depan Suram Menanti!

"Kami, para Guru Besar FKUI, bersama kolega dan akademisi kedokteran di seluruh Indonesia, sangat prihatin dengan kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes yang berisiko menurunkan standar dokter umum dan spesialis," tegas Prof. Siti dalam acara yang digelar di Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16 Mei 2025).

Prof. Siti menambahkan bahwa kebijakan Kemenkes saat ini kurang mengedepankan semangat kolaborasi. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan, kebijakan yang ada justru berpotensi memperburuk keadaan. "Ujung-ujungnya, yang dirugikan adalah masyarakat karena mutu pelayanan kesehatan akan menurun," ujarnya.

Pendidikan dokter, menurut Prof. Siti, adalah proses panjang dan kompleks yang membutuhkan integrasi pelayanan, pengajaran, dan penelitian yang sesuai dengan standar internasional. Namun, kebijakan Kemenkes saat ini justru berpotensi merusak integrasi tersebut.

Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian DGB FKUI:

  • Pendidikan Dokter Tidak Bisa Disimplifikasi: Pendidikan dokter dan dokter spesialis yang berkualitas hanya bisa didapatkan di fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan yang memiliki standar global dalam pelayanan dan penelitian.
  • Kerja Sama dengan Universitas Penting: Jika pendidikan dokter diselenggarakan di luar sistem universitas, kerja sama erat dengan fakultas kedokteran sangatlah krusial.
  • Pemisahan Fungsi Akademik Mengancam Pendidikan: Pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan dapat merusak fondasi pendidikan kedokteran.
  • Standar Tinggi Menghasilkan Dokter Berkualitas: Pelayanan kesehatan yang baik hanya bisa diberikan oleh tenaga medis yang dididik dengan standar yang tinggi pula.
  • Koordinasi dalam Perubahan Struktur: Perubahan struktur organisasi, seperti pembentukan departemen dan mutasi, harus dikoordinasikan dengan pimpinan institusi terkait.
  • Independensi Kolegium Kedokteran: Independensi kolegium kedokteran harus dijaga untuk memastikan mutu dan kompetensi profesi dokter tetap terjamin.

Kualitas pendidikan kedokteran sangat penting untuk masa depan kesehatan Indonesia. Berikut adalah beberapa tips yang bisa kita lakukan bersama untuk memastikan standar pendidikan dokter tetap terjaga:

1. Dukung Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan: - Pastikan institusi-institusi ini mendapatkan sumber daya yang cukup untuk menjalankan pendidikan, penelitian, dan pelayanan dengan standar global. Misalnya, dengan mendukung program-program pengembangan staf dan fasilitas.

Ini akan memastikan para calon dokter mendapatkan pelatihan yang komprehensif dan relevan.

2. Perkuat Kolaborasi Antara Universitas dan Kemenkes: - Komunikasi dan koordinasi yang baik antara pihak universitas dan Kemenkes sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang mendukung pendidikan kedokteran yang berkualitas.

Dengan kolaborasi yang baik, kita dapat menghindari kebijakan yang kontraproduktif.

3. Jaga Independensi Kolegium Kedokteran: - Kolegium kedokteran harus bebas dari intervensi politik atau kepentingan lainnya agar dapat menjalankan tugasnya dalam menjaga mutu dan kompetensi profesi dokter secara objektif.

Kolegium yang independen akan memastikan standar profesi tetap terjaga.

4. Libatkan Akademisi dalam Perumusan Kebijakan: - Kebijakan terkait pendidikan kedokteran sebaiknya dirumuskan dengan melibatkan para ahli dan akademisi yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mendalam di bidang tersebut.

Dengan melibatkan mereka, kita dapat memastikan kebijakan yang dihasilkan berbasis pada evidence dan kebutuhan riil.

5. Pantau dan Evaluasi Kebijakan Secara Berkala: - Kebijakan yang telah diterapkan perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala untuk melihat dampaknya terhadap kualitas pendidikan kedokteran.

Evaluasi ini akan membantu kita mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan disesuaikan.

6. Dukung Penelitian dan Pengembangan di Bidang Kedokteran: - Investasi dalam penelitian dan pengembangan di bidang kedokteran sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Dengan mendukung penelitian, kita dapat menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiran utama Dewan Guru Besar FKUI, ya, Bu Ratna?

Menurut Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, selaku Dekan FKUI, kekhawatiran utama adalah potensi penurunan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis akibat kebijakan-kebijakan tertentu dari Kemenkes. Hal ini bisa berdampak buruk pada pelayanan kesehatan di masa depan.

Bagaimana kebijakan Kemenkes bisa memengaruhi kualitas pendidikan dokter, Pak Budi?

Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K), mantan Menteri Kesehatan, menjelaskan bahwa kebijakan yang tidak selaras dengan standar pendidikan kedokteran yang berlaku, seperti pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan, dapat mengganggu proses pembelajaran dan penelitian yang esensial bagi calon dokter.

Apa yang bisa dilakukan agar independensi kolegium kedokteran tetap terjaga, ya, Mbak Sinta?

Menurut Dr. Slamet Budiarto, SH, MH, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), independensi kolegium kedokteran dapat dijaga dengan memastikan tidak adanya intervensi dari pihak eksternal, serta memberikan kewenangan penuh kepada kolegium untuk menetapkan standar kompetensi dan melakukan sertifikasi dokter.

Selain kebijakan Kemenkes, faktor apa saja yang memengaruhi kualitas pendidikan dokter, ya, Mas Joko?

Menurut Dr. Tirta Mandira Hudhi, seorang dokter dan influencer kesehatan, faktor lain yang memengaruhi adalah kualitas dosen, fasilitas pendidikan, kurikulum yang relevan, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan kedokteran.

Bagaimana masyarakat awam bisa ikut berkontribusi dalam menjaga kualitas pendidikan dokter, ya, Dik Ayu?

Prof. Dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM(K), mantan Menteri Kesehatan, menyampaikan bahwa masyarakat bisa berkontribusi dengan memberikan dukungan moral kepada para calon dokter, serta memberikan masukan yang konstruktif kepada institusi pendidikan kedokteran untuk perbaikan kualitas pendidikan.