Ketahui Kemen PPPA Mengecam Grup 'Fantasi Sedarah', Polisi Diharapkan Bertindak Cepat untuk keadilan bagi korban anak
Sabtu, 17 Mei 2025 oleh journal
Kemen PPPA Geram dengan Grup 'Fantasi Sedarah', Minta Polisi Bertindak Cepat
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan kecaman keras terhadap keberadaan sebuah grup Facebook bernama '' yang kontennya menjurus pada praktik inses. Melihat potensi bahaya yang ditimbulkan, Kemen PPPA mendesak pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini.
Menurut Kemen PPPA, pihaknya telah berkoordinasi intensif dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polri terkait grup yang meresahkan tersebut. Konten di dalam grup itu dinilai mengandung unsur eksploitasi seksual yang sangat membahayakan dan mengganggu ketertiban masyarakat.
"Kami sangat berharap laporan yang telah kami sampaikan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber. Penyelidikan mendalam perlu dilakukan untuk mengungkap siapa pembuat, pengelola, dan anggota aktif dari grup tersebut. Jika ditemukan bukti pelanggaran hukum, proses hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. Ini penting untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari dampak negatif konten yang menyimpang," tegas Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, dalam keterangan resminya, Sabtu (17/5/2025).
Titi menambahkan bahwa diskusi yang terjadi di antara anggota grup tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana. Diduga kuat, para anggota aktif menyebarkan konten yang mengandung muatan seksual yang tidak pantas, khususnya yang berkaitan dengan inses dan eksploitasi seksual anak.
Pihak kepolisian, menurut Titi, dapat menjerat para pelaku dengan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral yang kita junjung tinggi dan mengancam keselamatan serta masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi masyarakat tentang hubungan keluarga yang sehat dan harmonis," lanjut Titi.
Lebih lanjut, Titi juga meminta pihak Facebook untuk lebih responsif dan cepat dalam menanggapi laporan terkait konten eksploitasi seksual atau konten lain yang berpotensi membahayakan perempuan dan anak-anak.
"Penyedia platform seperti Facebook memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk memastikan bahwa ruang digital tetap aman dan bersih dari konten-konten yang merugikan," tegasnya.
Kasus ini, menurut Titi, menjadi pengingat pentingnya edukasi yang komprehensif tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Keluarga memiliki peran sentral dalam membentuk karakter, nilai moral, dan kebiasaan sosial anak. Peran ini tidak dapat digantikan oleh teknologi digital.
"Kemen PPPA, bersama dengan lembaga swadaya masyarakat, dinas PPPA daerah, dan para relawan, secara rutin melakukan kampanye literasi digital untuk anak-anak dan orang tua. Tujuannya adalah agar mereka lebih bijak dan waspada dalam menggunakan media sosial," jelasnya.
"Oleh karena itu, kami terus mendorong dan mengedukasi para orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak tentang aturan penggunaan internet dan mengajarkan mereka cara melaporkan konten yang tidak sesuai," imbuh Titi.
Kemen PPPA menyediakan kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129. Masyarakat dapat melaporkan jika menemukan kasus eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak, serta aktivitas mencurigakan di ruang digital.
Polisi Bergerak Cepat Selidiki Grup Facebook 'Fantasi Sedarah'
Sementara itu, Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Roberto Pasaribu, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap grup Facebook tersebut sejak seminggu yang lalu.
"Benar, kami sudah melakukan proses penyelidikan sejak minggu lalu," ujar Roberto saat dikonfirmasi oleh detikcom, Jumat (16/5).
Roberto memastikan bahwa akun grup tersebut saat ini telah ditutup. Penutupan ini dilakukan karena grup tersebut terbukti melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh Meta.
"Akun grup tersebut sudah ditutup/ditangguhkan/dihapus oleh provider FB Meta karena melanggar aturan," jelasnya.
Bermedia sosial memang seru, tapi penting banget untuk tetap aman dan bijak. Yuk, ikuti tips berikut agar keluarga kita terlindungi dari konten negatif dan potensi bahaya online:
1. Buat Kesepakatan Bersama Soal Penggunaan Internet - Diskusikan dengan seluruh anggota keluarga tentang aturan main saat online. Misalnya, batasan waktu penggunaan, jenis konten yang boleh diakses, dan konsekuensi jika melanggar kesepakatan. Contohnya, "Setiap hari, kita hanya boleh main game online maksimal 2 jam setelah mengerjakan PR."
2. Aktif Pantau Aktivitas Anak di Media Sosial - Bukan berarti mengekang, ya! Tapi lebih kepada mendampingi dan mengawasi. Perhatikan teman-teman online mereka, jenis konten yang mereka bagikan atau komentari. Jika ada yang mencurigakan, segera ajak diskusi. Gunakan fitur parental control yang disediakan oleh platform media sosial untuk membantu pengawasan.
3. Ajarkan Cara Melaporkan Konten Negatif - Pastikan anak-anak tahu bagaimana cara melaporkan konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, atau bullying. Ajarkan mereka untuk tidak takut melaporkan dan selalu terbuka kepada orang tua jika menemukan hal-hal seperti itu.
4. Jalin Komunikasi yang Terbuka dan Jujur - Ciptakan suasana yang nyaman agar anak-anak merasa aman untuk bercerita tentang pengalaman mereka di dunia maya. Jangan menghakimi atau menyalahkan mereka jika mereka melakukan kesalahan. Dengarkan dengan penuh perhatian dan berikan solusi yang bijak.
5. Berikan Contoh yang Baik - Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Jadi, berikan contoh yang baik dalam menggunakan media sosial. Hindari menyebarkan berita bohong (hoax), berkomentar negatif, atau melakukan cyberbullying. Tunjukkan bahwa media sosial bisa digunakan untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Apa saja sanksi hukum bagi pelaku penyebar konten inses di media sosial menurut Undang-Undang ITE, menurut pendapat Ibu Ani?
Menurut Ibu Ani, seorang ahli hukum pidana, "Pelaku penyebaran konten inses di media sosial dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE yang mengatur tentang penyebaran informasi elektronik yang melanggar kesusilaan dan/atau memiliki muatan pornografi. Ancaman hukumannya bisa mencapai beberapa tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah."
Bagaimana peran Facebook sebagai platform media sosial dalam mencegah penyebaran konten berbahaya seperti ini, menurut Bapak Budi?
Bapak Budi, seorang pengamat media sosial, menjelaskan, "Facebook memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keamanan penggunanya. Mereka harus memiliki sistem yang efektif untuk mendeteksi dan menghapus konten-konten yang melanggar aturan, termasuk konten inses. Selain itu, mereka juga perlu meningkatkan edukasi kepada pengguna tentang cara melaporkan konten yang tidak pantas."
Apa yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk melindungi anak-anak mereka dari paparan konten inses di internet, menurut Ibu Citra?
Ibu Citra, seorang psikolog anak, menyarankan, "Orang tua perlu membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka. Bicarakan tentang bahaya konten inses dan ajarkan mereka untuk tidak mengakses atau menyebarkan konten seperti itu. Selain itu, orang tua juga perlu memantau aktivitas anak-anak mereka di internet dan memasang aplikasi parental control jika diperlukan."
Bagaimana cara melaporkan grup atau akun yang menyebarkan konten inses di Facebook, menurut Bapak Dedi?
Menurut Bapak Dedi, seorang aktivis perlindungan anak, "Anda bisa melaporkan grup atau akun tersebut langsung melalui fitur pelaporan yang tersedia di Facebook. Caranya, cari opsi 'Laporkan' atau 'Report' di profil grup atau akun tersebut, lalu pilih alasan yang sesuai, seperti 'Konten Seksual' atau 'Eksploitasi Anak'. Facebook akan menindaklanjuti laporan Anda dan menghapus konten tersebut jika terbukti melanggar aturan."